Skenario

Cerita sebelumnya…

Lembaran Baru

Waktu berjalan begitu cepat, hari baru, bulan baru, lembaran baru. Aku benar-benar bisa menghirup kedamaian dunia kali ini. Setelah lulus dari SMP aku melanjutkan sekolah ke jenjang selanjutnya dan aku diterima di SMA Negeri 6 Tasikmalaya, sekolah yang aku inginkan.

Hari yang begitu indah, kicauan burung dan sinaran matahari yang terpancar menambah takjubnya tema bumu hari ini. Rasanya tidak percaya, di tempat ini berbanding terbalik 180 dari tempatku dulu. Orang-orang disini begitu baik juga ramah, tidak ada lagi kasus bully, mungkin karena mereka sudah berpikiran dewasa dan buat apa membully seseorang, itu semua tidak ada gunanya. Semenjak aku masuk disini, meskipun baru kemarin ospek tapi aku sudah lumayan akrab dengan mereka, temanku saat ini.Ya, mereka tak asing lagi. Aku dipertemukan lagi dengan teman waktu SMP dulu, mereka adalah Bima, Wina, Tari, Risa, dan Silvi.

“Hey kita bertemu kembali nih, masih inget kan sama gue kalian?”

“Inget lah, lo kan yang waktu dulu di kacamata, Bima. Bima ga berubah lo ya, badan tetep aja segede gitu malahan tambah kembung, haha” ucap Wina sambil tertawa diikuti oleh aku dan lainnya.

“Gue gak nyangka bisa satu kelas lagi sama kalian, apalagi sama lo Lang, semenjak kejadian itu…” omongan Risa terpotong. “Ah udah lupakan kejadian itu, males gue mikirnya juga,” potong aku. “Hehe maaf Lang gue gak sengaja bahas itu, semoga tidak ada lagi ya benih-benih si Amin disini, Aamiin,” sambung Risa.

***

Sudah satu semester lamanya aku bersekolah di SMA Negeri 6 Tasikmalaya, aku merupakan murid dari kelas X MIPA 2. Selama itulah aku menemukan hal-hal baru dan teman baru sehingga aku benar menemukan sahabat yang sudah setia selama ini dan persahabatan ini dinamakan dengan 6 serangkai. Aku, Bagus, Hani, Helga, Lily, dan Resa merupakan member dari 6 serangkai.

“Weekend kali ini kemana nih guys? Main yuk!” ajak Resa.

“Nonton aja kali ya, ada film bagus tuh, film horor sih tapi diliat dari trailernya rame, mau gak?” usul Lily dengan antusias.

“Boleh juga tuh, udah lama gue gak nonton film horor, gue setuju! Gimana yang lain?” ucap Hani sama antusiasnya seperti Lily.

“Setuju,” aku, Bagus, dan Helga beberengan mengangguk.

Kring … Kring … Kring ….

Bel masuk berbunyi.

Jam terakhir diisi dengan mata pelajaran Bu Ana, guru matematika.

“Baik anak-anak, ibu akan bagikan hasil ulangan minggu kemarin, ada lima orang yang tidak remedial,” ucap bu Ana. Minggu kemarin memang ada ulangan harian untuk yang ketiga kalinya dalam pelajaran matematika, soal yang begitu sulit jadi wajar saja banyak yang remedial. “Yang tidak diremedial boleh keluar, nanti  setelah bel terakhir bunyi, kalian masuk lagi ke kelas,”

“Siapa aja bu yang gak diremed? Pasti saya kan bu secara saya ini kan memang pintar dalam menghitung,” ucap Randi dengan percaya diri tingkat dewa.

“Huhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!” semua yang ada di dalam kelas menyorakinya. Sementara disana, bu Ana hanya menatap Randi malas.

“Sudah-sudah harap diam semuanya,” bu Ana menenangkan suasana di dalam kelas. “Baik, yang tidak remedial Gilang, Anita, Silvi, Roseu, Helga, dan yang lainnya diam di kelas untuk mengikuti remedial. Kalian yang ibu panggil segera meninggalkan kelas dan bawa lks kalian pelajari bab 4,” kata bu Ana.

Aku dan lainnya langsung pergi ke luar kelas.

“Lang?” tanya Helga.

“Iya Hel?” jawabku.

“Ke perpus yuk, kita belajar bareng sambil nyari materinya dari buku yang lain, gak enak nih kalo diluar gini gak nyaman,” ajak Helga.

“Ah itumah alesan lo aja, bilang gitu pengen berduaan sama gue pake acara ini itu segala,” ucapku sambil terkekeh.

“Lah geer lo, orang beneran kok gak nyaman. Siapa juga yang pengen berduaan sama lo, halu!” jawabnya kesal. Dari dulu aku dan Helga memang suka bercandaan dan sering berantem karena hal-hal kecil. Terkadang personil 6 serangkai yang lain merasa jengkel dengan tingkah laku kami yang seperti anak kecil.

“Yaudah ayo mau kagak? Kalo enggak gue tinggal nih,” katanya sambil berdiri meninggalkan.

“Eh ehh tunggu. Yaudah iya ayo!” ucapku.

“Woy kalian gak ngajak kita? Kurang ajar!” ujar Roseu dengan nada ketus.

“Eh iya lupa kirain gak ada orang hehe, yaudah ayo mau ikut kalian?” ajak Helga.

“Gak deh mager ah,” jawab Anita malas.

“Lah tadi katanya pada ngambek gak diajak. Udah yuk berangkat!” ucapku sambil meninggalkan mereka.

“Woy hati-hati ada yang BAPER!” teriak Sivi menekankan kata baper.

Sesampainya di perpustakaan, aku dan Helga langsung mencari buku matematika dari sumber lain.

“Nah ketemu nih Lang, yuk duduk disana,” ajaknya sambil menunjukkan bangku kosong sebrang sana.

Aku dan Helga lekas segera belajar bersama, membahas materi yang ada di buku dan saling bertukar pikiran. Tanpa memikirkan sekitar, entah kenapa ketika aku dekat dengannya ada sesuatu yang entah aku pun tidak tahu.

“Lang? Woy!” bentak Helga.

“Eh iya?” sontak aku pun kaget mendengarnya.

“Gue tanya malah ngelamun lu mah, mikirin paan dah? Utang?”

“Sembarangan!” timpalku.

Tidak terasa bel jam terakhir sudah berbunyi, aku dan Helga langsung bergegas kembali ke kelas. Dia berjalan duluan di depanku, aku terus memandang dia dari belakang, “Tadi gue kenapa ya?” batinku.

***

Cerita selanjutnya…