Skenario

Cerita sebelumnya…

Terungkap

Sudah empat bulan aku berteman dengan Amin, Roni, dan Fery. Selama ini, mereka selalu baik kepadaku, tidak pernah mengejekku lagi. Dan sekarang mungkin aku bisa tenang karena nyatanya mereka tidak sama dengan apa yang dipikirkan Angga dan lainnya, itu semua hanya halusinasi saja.

Sabtu sekarang tugas sekolah menanti. Tugas kali ini berkelompok, kali ini aku sekelompok dengan Amin, Roni, dan Fery. Aku bersama mereka mengerjakan tugas di rumahnya Amin, rumah yang mewah, megah, besar tapi sayang dia hanya tinggal sendirian saja. Kadang kala Roni dan Fery sering menemaninya. Ayahnya sangat sibuk hingga jarang pulang dan ibunya, dia menghilang semenjak jatuhnya pesawat yang mereka tumpangi duludan sampai sekarang belum ditemukan keberadaanya.

“Haduhh masih ngantuk gue, semaleman main pubg nyampe jam 3 pagi,” ucap Roni yang masih terlihat ngantuk.

“Lo tenang aja, kan ada si Gilang, semuanya bisa diatasi, santai aja,” ujar Fery.

“Yaudah, sekarang lo kerjain tugasnya gue sama yang lain mau nyantai dulu, masih ngantuk” kata Amin menunjukku sambil merebahkan badannya ke kursi.

“Lah tapi ini kan tugas kelompok, berarti harus bebarengan dong ngerjainnya.” ucapku.

“Bacot banget sih lo, tinggal ngerjain aja ribet amat,”

“Tapi Min ini kan kelompok, lagian harus dibagi-bagi supaya semuanya cepet selesai, lo gimana sih?” aku agak nyolot.

“Heh sekarang lo nyolot ya? Mau gue pukul hah? Udah kerjain sana, pokoknya gue gak mau tau semuanya harus beres hari ini juga!” bentak Amin. Sedangkan yang lain hanya diam menatap sambil tersenyum miring.

“Kayaknya ada yang gak beres nih, gue harus kabur dari sini,” batinku. Aku langsung membereskan semua alat tulis dan laptop yang ku bawa bergegas kabur dari rumah Amin. Namun sayangnya, aku tertahan disana, tanganku dicengkram kuat oleh Fery.

“Lo mau kabur kemana hah? Cepet kerjain atau ohh lo mau kita lakuin sesuatu?” ucap Fery, cengkramannya makin kuat.

“Ternyata kalian masih sama, busuk kayak dulu,”

“Haha, lo masuk ke dalam perangkap gue sekarang. Lo pikir gue mau temenan sama lo? Gak akan! Liat muka lo aja gue jijik,” ucap Amin sambil menarik kerah bajuku.

“Perangkap apa yang lo maksud?” tanyaku berusaha bicara.

Amin melepaskan cengkramannya, “Lo ini pinter tapi bloon!” sentaknya. “Gue hanya manfaatin lo aja agar gue gak dimarahin lagi sama semua guru di sekolah, dan buktinya setelah lo mau bantuin gue, sekarang tidak ada lagi guru yang marah sama gue. Dan asal lo tau dari awal gue ketemu sama lo, gua gak suka liat lo di kelas, gue ingin lo enyah dari kelas A, gue gak mau kelas A dikotori sama orang kayak lo, orang lemah kayak lo yang gak bisa apa-apa gue gak sudi, dan sekarang tinggal satu langkah lagi buat gue agar lo bisa pindah dari kelas A,” ucapnya sambil memukuli perutku, bughh!

“Gak ada akhlak lo semua! Lepasin gue!” aku memberontak berusaha untuk lepas dari cengkraman Fery.

Bugh!!! Satu hantaman keras datang dari Roni mengenai pipiku sampai aku mengeluarkan darah segar dari bibirku.

“Mau kalian apa sih? Gue udah baik sama kalian, gue udah mau ngerjain tugas-tugas kalian dan gue udah bisa bikin kalian naik peringkat di kelas. Tapi apa? Kalian ngebalasnya dengan ini! Dasar biadab kalian!” aku angkat bicara, emosi dengan tingkah laku mereka.

Bugh!!! Hantaman itu datang lagi dari kepalan tangan Amin.”Heh gue udah bilang kan, gue gak mau sekelas sama lo dan gue mau lo pindah dari sana! Gue memang selama ini ngebiarin dulu lo tinggal di kelas A tapi sekarang gue mau lo pindah dari sana!” sentak Amin.

“Lo pikir gue mau pindah? Jangan mimpi! Gue gak akan pernah pindah dari kelas A, mendingan lo aja yang pindah!” aku berusaha melawan melepaskan cengkraman Fery. Namun, sayang itu hanya sia-sia, cengkramannya begitu kuat.

“Kurang ajar!” ucap Amin sambil memukuli lagi, lagi, dan lagi.

“Gue gak takut sama lo Amin, gue gak takut! Gue punya hak buat tinggal di kelas A!” Kembali, aku memberontak lagi tapi naas itupun sia-sia.

“Lo!!!”

Bugh!!! Satu hantaman terakhir dari tangan Amin. Aku sudah tak berdaya lagi, aku mulai pusing, mataku sudah mulai terpejam, dan aku langsung tak sadarkan diri. Sementara diluar sana ada yang menyaksikan sambil merekamnya.

“Dengan bukti video ini, gue akan laporin mereka ke BP untuk terus dilaporin ke polisi juga. Sekarang gue harus ke rumah pak RT buat laporin ini semua,” ucap seseorang diluar sana. Tetapi dia menginjak botol bekas diluar sehingga terdengar oleh Amin.

“Siapa diluar?” ucap Amin masih dengan amarahnya.

“Sial gue ketauan, gue harus kabur sekarang,” dia langsung berlari meninggalkan tempat. Amin langsung keluar, namun sayangnya seseorang itu sudah kabur meninggalkan rumahnya.

“Kalian urus semuaya, jangan sampai semua ini ketauan, gue udah muak sama si lemah,” ucap Amin.

Ya, memang anak SMP sekarang banyak sekali yang seperti Amin. Mereka kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Contohnya saja Amin, semenjak ditinggalkan ibunya yang entah kemana, dia jadi menjadi anak nakal dan tak segan-segan akan memukuli siapa saja yang menurutnya seseorang itu terasa menyebalkan.

Tak lama setelah itu, rombongan pak RT dan warga datang menghampiri rumah Amin. Mereka berteriak dan berusaha mendobrak pintu rumah Amin. Pak RT tau ini rumah Amin, memang kerap kali sering terdengar Amin menghajar seseorang di rumahnya. Sudah beberapa kali dilaporkan ke polisi namun karena usianya yang masih dibawah umur dia tidak dipenjarakan.

“Sial! Ayo sekarang kita kabur sebelum ketauan siapa yang udah siksa dia, ayo cepetan,”

Setelah pintu berhasil didobrak, terlihat ada orang yang tergeletak dengan banyak luka lebam di wajahnya, iya itu adalah aku.

“Saya kenal anak ini, saya tau rumahnya. Dia anaknya Ibu Alya, langganan tukang jahit saya,” ucap salah seorang warga disana.

***

Ting tong ting tong. Bunyi bel rumahku.

“Ada apa ya diluar kok rame sekali,” ucap mamahku sambil membukakan pintu. Sontak dia kaget melihat anaknya yang babak belur.”Astaghfirullah, ada apa ini? Apa yang terjadi dengan anak saya?” ucap mamahku masih khawatir.

“Tadi anak ibu ditemukan di rumah seseorang, tergeletak kayaknya habis dipukulin bu, makannya sampai babak belur gini,” jawab pak RT.

“Ya Allah, siapa yang udah berbuat nekad sama kamu nak, sampai jadi babak belur gini,” mamah masih terlihat agak panik.

Beberapa menit kemudian dokter datang untuk memeriksa takutnya ada luka dalam. Namun, syukurlah tidak ada luka dalam pada diriku. Semenjak kejadian itu, aku tidak bersekolah selama satu minggu.

***

“Gue penasaran siapa sebenernya yang udah nyelakain si Gilang. Tapi gue yakin sih pasti ini ulah si behel itu,”ucap Angga sambil mengeplkan tangannya.

Tiba-tiba Riko datang menghampiri Angga, Okta dam Sindi.”Dugaan lo bener Ga, gue ngerekam semua kejadiannya dan bentar lagi mereka pasti dipanggil guru BK dan tak lama lagi mereka juga akan dipanggil polisi.” ujarnya sambil menyodorkan HP miliknya.

“Kurang ajar tuh si Amin,” geram Angga.

“Bentar deh, kok lo bisa rekam ini sih?” tanya Sindi heran.

“Pas waktu itu gue ngelewat ke rumah Amin, kebetulan rumah kita sekomplek kan, gue gak sengaja denger mereka gitu, ya akhirnya gue samperin dan pas gue liat ternyata mereka lagi nyiksa Gilang yaudah gue rekam aja buat jadiin bukti,”

“Cerdas lo Ko, bagus deh biar mereka jera,” ucap Okta.

Benar saja , mereka dipanggil oleh guru BK dan langsung ditindak lanjuti oleh polisi hari ini juga. Namun, karena usia mereka masih di bawah umur, mereka dibebaskan tetapi terus diawasi. Dan akhirnya mereka dipindahkam sekolahnya juga dipesantrenkan di daerah Tasikmalaya.

***

Cerita selanjutnya…